Selasa, 13 Maret 2012

Tauhid, sebagai MISI UTAMA

Penjelasan ringkas dari kandungan kalimat syahadat

Kaum muslimin rohimakumulloh!, para ulama telah menjelaskan tentang hakikat tauhid berdasarkan penelitian mereka dari Al Qur’an dan As Sunnah. Berikut penjelasan secara ringkas:
Tauhid secara bahasa berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan, artinya: menjadikan sesuatu itu hanya satu. Adapun secara istilah syar’i: meng-esakan Alloh ta’ala pada perkara yang khusus untuk-Nya yaitu perkara rububiyah, uluhiyah dan Asma’ wash shifat.
Dari penjelasan secara syar’i, maka tauhid terbagi menjadi tiga:
1.    Tauhid Rububiyah, yaitu: meng-esakan Alloh dalam perkara penciptaan alam semesta, kekuasaan dan pengaturan, menghidupkan dan mematikan segala sesuatu, serta semua perbuatan Alloh Subhaanahu wa Ta’aala yang dijelaskan dalam Al Qur’an atau hadits, semua ini hanya dimiliki Alloh semata.
Dalilnya:
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam”. (Al A’roof: 54)
Dan kata Al Amru dalam ayat terkandung makna: pengaturan dan penguasaan.
Adapun, penyandaran penciptaan pada makhluk, itu bukan penciptaan secara hakikatnya, tetapi sebatas perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, atau menciptakan sesuatu sebatas kemampuannya berdasarkan idzin dari Alloh Subhaanahu wa Ta’aala, dan bukan penciptaan secara mutlak.
Alloh Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Dan Allah-lah yang menciptakan kamu serta apa yang kamu perbuat itu". (Ash-Shoffat: 96)
2. Tauhid Uluhiyah, yaitu: mengesakan Alloh Subhaanahu wa Ta’aala dalam beribadah, seluruh jenis per-ibadahan hanya semata-mata ditujukan kepada Alloh semata. Dalilnya:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Tidaklah mereka diperintah selain hanya untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 6)
Tauhid ini mengharuskan untuk menghambakan diri kepada Alloh Subhaanahu wa Ta’aala semata penuh dengan kehinaan diri, cinta dan pengagungan kepada-Nya.
3. Tauhid Asma’ wash Shifat, yaitu: meyakini dan menetapkan bahwa hanya milik Alloh semata nama-nama dan sifat yang Alloh terangkan dalam Al Qur’an atau diterangkan oleh Rasululloh. Tanpa menolak, mena’wilkan, menyimpangkan, menyamakan atau mempertanyakan hakikat dari nama atau sifat-Nya yang mulia.
Dalilnya:
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”. (Al A’roof:180)
Dan firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha mendengar dan Maha melihat”. (Asy-Syuaroo:14)
Peniadaan akan sesuatu yang serupa dengan Alloh, bersamaan itu Allah tetapkan Ia bersifat yang makhluk juga memilikinya, pendengaran dan penglihatan, namun tidak ada kesamaan pada hakikatnya, hanya penamaan yang serupa.
Dan ketiga jenis tauhid ini, terkumpul dalam satu ayat:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia?”. (Maryam: 65).
Sengaja kami cukupkan dengan sedikit dalil-dalilnya akan tauhid dari Al Qur’an, sebab sebenarnya Al Qur’an dari awal hingga akhir semua menerangkan tauhid kepada Alloh, baik semua jenis tauhid atau salah satunya.
Inilah tauhid dan jenis-jenisnya yang harus diyakini setiap hamba, namun hanya tauhid uluhiyyah yang membuat seseorang benar keislamannya, tidak teranggap islamnya jika hanya meyakini tauhid rububiyah dan asma wash shifat tapi tidak uluhiyah, kenapa? sebab orang musyrik dan syaithon-pun mengakui akan tauhid ini, dalilnya:
1.  keyakinan orang-orang musyrik jahiliyah akan tauhid rububiyah:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ  فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (Al Ankabut: 61).
Bahkan kaum musyrikin itu  meyakini tauhid rububiyah sekaligus Asma wash shifat, Alloh Subhaanahu wa Ta’aala terangkan hal ini dalam Al Qur’an:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".” (Az-Zukhruf: 9)
Dan sepakat para ahli tafsir, mereka dalam ayat adalah kaum musyrikin pada zaman Rasululloh . Lihat, mereka berkeyakinan akan tauhid rububiyah kepada Alloh, bersamaan dengan itu Alloh Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan kepada nabi-Nya:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (Al Anfal: 39)
Teryata tetap diperangi, dan belum cukup dengan keyakinan itu mereka dikatakan Islam.
2. keyakinan Syaithon akan tauhid Asma wash Shifat, dalilnya adalah:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya".” (Shod: 82)
Ucapan yang jelas dari syaithon bahwa ia bersumpah dengan Al ‘Izah, yaitu nama dan sifat Alloh Subhaanahu wa Ta’aala, sekaligus penetapan rububiyah yaitu kekuasaan bagi Alloh Subhaanahu wa Ta’aala.
Tetapi tetap, laknat Alloh padanya hingga hari akhir, Alloh Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
“Sesungguhnya laknat-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan". (Shod: 78).
Jadi, yang paling diutamakan adalah tauhid uluhiyah, penyerahan sepenuhnya seluruh jenis ibadah kepada Alloh, seperti sholat, puasa, haji, nadzar, tawakkal, ketergantungan kita, takut dan sebagainya dari seluruh jenis-jenis ibadah.
Maka, bagi yang meyakini tauhid rububiyah, namun juga pergi ke kuburan mencari berkah, atau pergi ke dukun dalam menyelesaikan masalah, bahkan bertawakal kepada jimat-jimat. Semua ini menghilangkan manfaat dari keyakinan tauhid rububiyah itu, bahkan terancam ke-islamannya. Sebab, tauhid uluhiyah-lah inti dari yang Alloh inginkan terhadap hamba-hamba-Nya, dan inilah misi utama diutusnya para Nabi dan Rasul ke permukaan bumi, Alloh Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang Rasul, untuk menyerukan agar mereka beribadah kepada Alloh semata dan menjauhi thoghut (sesembahan selain Alloh)”. (An-Nahl: 36)
Dan firman-Nya yang lebih tegas:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasulpun sebelum engkau melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Aku. Maka sembahlah Aku".” (Al Anbiya: 25).
Dan inilah, kandungan inti dari kalimat syahadat Laa ilaha illalloh ( لا إله إلا الله ) perhatikan, kata yang digunakan adalah ilah ( إله ), asal kata dari ilahiyah atau uluhiyah, maka maknanya adalah tidak ada yang berhak disembah atau diberikan peribadahan selain Alloh, dan makna ini ditunjukkan dari Al Qur’an, firman Alloh Subhaanahu wa Ta’aala:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ
“Demikianlah, karena Sesungguhnya Allah, Dia-lah yang berhak (untuk disembah), dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil” . (Luqman: 30).
Semoga bermanfaat!
Sumber rujukan: Al Qur’an karim, Al Qoulul Mufid-Ibnu Utsaimin, At Tanbihaat Syarh Aqidah Al Wasithiyah.

Kilauan Hikmah
AWAS BOM !



Alloh Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah kami mengutus engkau, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta”. (Al Anbiya: 107).
Sebagai agama yang penuh kasih sayang dan rahmat kepada pemeluknya bahkan kepada seluruh alam semesta, Islam sangat jauh dari tindakan-tindakan terorisme. Sebab terorisme mengandung makna yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Terorisme dalam bahasa Arab disebut dengan Al Irhab, Al-Irhab secara bahasa adalah melakukan sesuatu yang menyebabkan kepanikan, ketakutan, membuat gelisah orang-orang yang aman, menyebabkan kegoncangan dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dan menghentikan aktivitas mereka serta menimbulkan gangguan dalam keamanan kehidupan dan interaksi.Adapun maknanya dalam syari’at adalah segala sesuatu yang menyebabkan goncangan keamanan, pertumpahan darah, kerusakan harta atau pelampauan batas dengan berbagai bentuknya. (Syaikh Doktor Sholih Bin Ghonim As-Sadlan). Maka tindakan penge-BOM-an tanpa hak, atau sembarangan saja, ini termasuk terorisme. Jika dikatakan, tindakan itu adalah untuk memerangi orang-orang kafir/ non-muslim, maka jawabannya adalah:
Para ‘ulama ahli fiqh atau fuqoha setelah meneliti Al Qur’an dan Al Hadits, kemudian mereka menyimpulkan pembagian orang kafir dalam Islam terbagi menjadi 3 golongan:
1. Kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang tinggal di negeri muslimin, dan mereka membayar upeti/ jizyah sebagai kewajiban dari pemerintah kaum muslimin untuk mereka. Kafir jenis ini diberikan perlindungan dan tidak boleh diperangi.
2. Kafir mu’ahad, yaitu orang kafir yang berjanji atau terikat dengan perjanjian untuk menahan diri dari berperang dengan kaum muslimin. Ini juga tidak diperangi.
3. Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan.
4. Kafir harbi, yaitu selain tiga jenis di atas atau mereka yang mengangkat senjata memerangi kaum muslimin, merekalah yang diperangi.
Dan di negeri kita ini, hanya ada kafir mu’ahad atau musta’man, dikatakan demikian karena mereka tinggal di negeri ini dengan mengikuti segala peraturan yang ditetapkan, atau pemerintah memberikan jaminan keamanan pada mereka. Dan Rasululloh Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
 مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ 
“Siapa yang membunuh kafir Mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga” (Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, riwayat Al-Bukhary , An-Nasa`i dan Ibnu Majah).
Maka lihat, siapa yang mereka inginkan untuk di BOM? kafir jenis mana? kalaupun harbi –jika menurut mereka– maka mana kekuatan kalian? Rasululloh jika memerangi orang kafir, tidak sembunyi-sembunyi tetapi turun di kancah medan pertempuran dengan sebenarnya. Namun, kafir yang mereka inginkan juga bukan jenis ini. Dan sungguh sangat disayangkan, ternyata korban BOM-nya adalah kaum muslimin sendiri, maka dengarkan Alloh mengancam:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (An-Nisaa: 93).
Benarlah, pentingnya ilmu sebelum beramal dan berkata, tidak cukup hanya niat yang baik atau semangat belaka sebagai dasar dalam beramal, tapi ilmu sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa Sallam.

Maka, perhatikanlah wahai orang—orang yang berakal!

Sumber: Buletin Islam AL MUSLIM Edisi No. 7/VI/I/1432

Tidak ada komentar:

Posting Komentar